9/21/12

Gugur Senja


Menapaki asa di atas aspal, mencium aroma senja, dan meraba-raba pijarnya. Hangat. Musim gugur sudah datang, tandanya denting itu segera tiba. Denting kedua bola jingga yang tergantung di ranselmu. Cerita apa yang hendak kau rasuki kali ini? Masihkah cerita akan datangnya senja? Senja, senja, dan senja. Aliran senja rasanya sudah menyihirmu, merubah semua tafsiran dalam otakmu menjadi sekelumit senja. Lama-kelamaan tongkat senja-mu itu berhasil menyihirku, mantera-mantera tiap daun gugur bergesekan merasuki jiwa raga ini. Kau berhasil, senja. Kau berhasil merasuki pukul lima lewat dua puluh menit dalam diriku. Kemudian kau lenyap, entah kemana. Datangnya gelap seolah melebur denganmu, menyapu kilat dirimu, tak berbekas. Kemudian aku merasa kehilangan, sampai akhirnya bertemu lima lewat dua puluh menit, aku kembali memiliki. Aku suka daun gugur yang berwarna cokelat keemasan, sebab satu hari kau merangkainya dengan ranting dan menjadikannya mahkota indah di rambutku. Aku suka terpaan jingga di keningku, sebab kau selalu berpuisi ketika terpaan itu datang. Jika mahkota daun gugur ini bisa kutukarkan dengan dirimu, aku rela. Rela, sangat. Meskipun ini mahkota terindah yang pernah hadir di pangkuanku. Dahulu ada dua pasang sepatu cokelat yang nyaris sama warnanya dengan daun gugur, menapaki aspal ini. Sekarang? Hanya sepasang, tentunya milikku. Jika aku berkata rindu, maukah kau hadir dalam gugur senja ini? Kembali merangkai asa bersamaku, bersama mahkota daun gugur, bersama sepatu cokelat, bersama terpaan jingga. Aku rindu berjalan dengan gugur senja yang damai, yang saling memiliki, yang saling berceloteh ringan. Percuma aku berteriak tentang rindu, tak ada yang perduli, ya kecuali senja. Lebih baik ku kunci rapat-rapat mimpi ini, ku simpan dengan hening, rindu akan gugur senja yang saling memiliki.


"Bersama senja, menyimpan rasa ini sendiri." (Monita Tahalea)

Lantunan kelana:
Monita Tahalea - Senja

1 comment: