8/29/12

Cermin #3

 

Jika ada penobatan bulan terspektakuler edisi 2012, agaknya saya akan memilih bulan ini. Agustus. Bulan dimana terdapat berbagai macam rasa, sebut pahit, manis, masam sekalipun. Entahlah darimana saya memulai bercerita, biarkan jari ini menentukan huruf yang ingin diketik. Kerap, saya terpikirkan tentang masa depan. Apakah di usia delapan belas, memikirkan masa depan adalah hal yang wajar? Masa depan yang saya maksud disini adalah bertahan. Pertanyaan "Apakah hidup saya kelak bisa seperti sekarang ini, serba tercukupi, semua terasa lancar meskipun di beberapa titik mendapat hambatan tapi setidaknya bisa diselesaikan dengan baik." Kemudian "Apakah saya bisa bertahan di kehidupan kelak?", "Bagaimanakah keluarga saya nanti?", "Apakah saya bisa mendidik anak saya dengan baik?", "Apakah saya bisa melepaskan diri dari ketergantungan Ibu dan Bapak saya?". Kemudian rentetan pertanyaan lain masuk ke otak saya. "Apa cita-cita saya?", "Apa yang mau saya tuju?" dan terakhir sebuah pernyataan: "Saya adalah anak pertama, bukankah anak pertama cerminan orang tua terhadap didikan, cerminan teladan bagi adik saya, apakah saya bisa sukses kedepannya, ya setidaknya bertahan?". Hai, perkenalkan diri saya. Perempuan yang sering memikirkan hal dengan harus tertata dan mempunyai tujuan yang jelas, selalu ingin terjun dengan apa yang ia mau saat itu, melakukan hal yang membuat bahagia dirinya walaupun orang sering berkata apa gunanya dan tak ada manfaatnya, tak suka jika waktu terbuang begitu saja. Dan oh, saya juga manusia biasa yang perlu dukungan.

Hal tersebut yang kerap datang ketika saya sedang duduk diam di bus kota maupun kereta sembari memandang keluar jendela dan melihat pohon menari akibat ulah si angin, juga datang ketika saya ingin tidur sembari melihat langit-langit dan membuat bentuk lucu dari jemari kecil. Hai, saya sedang berinjak di angka delapan belas. Beberapa orang mengatakan hidup itu mulai pada usia dua puluh, malah ada yang berkata usia dua puluh lima. Jadi, apakah hal yang datang ke pikiran saya termasuk kategori pencarian jati diri yang kelak bisa ditertawakan? Hari ini saya sedang mentertawakan hidup saya sebelumnya. Mengenai rasa percaya diri yang tinggi, egois, dan juga merasa benar terhadap apapun. Ya, itulah proses pencarian jati diri menurut saya. Memilih suatu hal bak orang yang merasa paling benar di dunia ini, merasa langkah yang saya ambil itu akan menjadi tambatan saya kelak. Hahahaha. Sekali lagi saya tertawa. Lucu. Hidup saya dulu begitu amat ya. Namun, proses perenungan makin menjadi. Mentertawakan hidup menurut saya adalah suatu permainan dalam kehidupan nyata. Tertawakanlah hidupmu dahulu, dari tawamu bisa terefleksikan apa yang dahulu kamu perbuat. Kamu mendapat pelajaran yang kelak mungkin bisa membantumu bercengkrama lebih lanjut dengan kehidupan nyata.

Hari itu saya lega. Satu keputusan telah matang. Saya akhirnya bisa melepaskan apa yang saya mau lepaskan, tanpa rasa bersalah sedikitpun. Sebelumnya, rasa bersalah itu terus mengganjal di hati. Namun, satu orang berkata: Buat apa merasa bersalah? Semua orang punya hak untuk mengambil keputusan, punya hak untuk mencoba hal baru, punya hak untuk melepaskan. Saya merasa bahagia kali itu. Keputusan saya didukung, bahkan didukung orang yang menghantui rasa tidak enak hati tersebut. Ya, apa yang diperlukan manusia selama ini memang dukungan dan pembenaran. Itu manusia. Satu orang memberi nasihat: ikuti alur yang ingin kamu pilih, coba semua. Semoga menemukan pelabuhan nyata. Satu orang memberi pernyataan: Di umur ini, wajar memikirkan hal tersebut. Semua ingin dicoba, namanya juga anak muda. Satu orang lagi berkata: Takut tumbuh menjadi dewasa juga wajar, tetapi kita semua akan melewati hal tersebut. Nikmatin hidup saja, karena jika kita berusaha dan berdoa semua pasti ada jalan. Klise tetapi benar. Pengalaman pahit dan manis menjadi pelajaran. Satu orang terakhir yang saya ingin ceritakan disini, orang yang saya amat sayangi, Ketika saya berbicara dengannya:  Saya berhenti. Balasan beliau membuat saya kaget: Destinasi mana yang kamu ingin lalui lagi? Ya, beliau sepertinya telah membaca apa yang saya rasakan di usia ini, toh dirinya juga pernah berada di usia seperti saya. Akhiran dari kalimat beliau yang menancap di hati saya: Kamu nyoba kesini aja sekarang, kalau kamu memang ingin berhenti di labuhan itu. Mari saya jabarkan artinya: beliau selalu mendukung apa yang saya ingin dan selalu memberi masukan.

Satu terselesaikan. Benar kata dirinya, usia saya ini memang gencarnya mencari apa yang saya mau. Hai kehidupan nyata, sepertinya kita akan berteman baik setelah ini. Masih ada puluhan mungkin ratusan atau ribuan yang belum terpecahkan, juga belum saya petualangi, belum saya dapatkan pahit manisnya.
Hari itu saya berdiri agak lama di jembatan transit Transjakarta koridor Dukuh Atas. Pukul empat. Senja belum datang. Macet belum datang juga. Derap kaki di jembatan juga belum terdengar keras dan cepat. Saya memandang jalan Sudirman arah Blok M. Saya menatap ke arah langit. Rambut diterpa angin, rona matahari yang masih menguning cerah jatuh di pipi kanan saya. Saya berpikir apakah kelak, cerita yang sedang saya alami dan renungi ini saya bisa tertawakan juga? Ah tak apa, ini kan permainan hidup. Masa pencarian jati diri pasti menuai bahan tawa karena ulah gundah gulana di hati juga pemikiran sok tahu. Jelasnya, langit sore itu amat indah. Mungkin karena saya diberi lika-liku kehidupan dengan cerita aliran ini dari Tuhan, Mungkin juga karena saya dikelilingi orang seperti kalian, yang selalu memberikan dukungan dan mendengarkan cerita saya. Bukan mungkin, langit sore itu amat indah benar adanya. Bukan mungkin, jalan Tuhan yang diberikan juga orang manis seperti kalian itu memang adanya. Satu ini jelas bukan mungkin, tapi nyata, bahwa saya bahagia. Ijinkan saya mengucapkan rasa syukur dan terima kasih. Untuk-Mu dan kalian.

(Malamnya, saya membaca blog Ardi Wilda. Ada kutipan yang membuat saya tergelitik dan merasa 'pas banget gitu'. Kutipan dari ibunya dengan bunyi: Lega itu kalau kamu udah bisa ketawa melihat hidupmu sendiri.)



 "Karenamu langit amat indah, hidup amat indah." ( Rida Sita Dewi) 

Lantunan kelana:
Rida Sita Dewi - Langit Amat Indah

No comments:

Post a Comment