4/29/14
Ia selalu melahap awan, lagi dan lagi
Hingga pipinya bolong
Ia selalu meraih awan, terus menerus
Hingga tangannya diselimuti serpihan putih
Suatu ketika, hadir ajakan ke sebuah padang yang luas
Lebih luas dari lapangan bola dekat rumah
Namun tidak ada tiang gawang, tidak ada tanah berpasir, tidak ada lampu
Semua serba hijau, ditambah semilir yang damai
Ia selalu berbaring
Bukan hijau lagi yang menyapanya
Kini biru yang tersenyum
Ia ikut tersenyum
Tangannya selalu menggapai menuju biru
Ia mencomot awan dengan perlahan
Kemudian memakannya
Tak lama ia menyuapiku
Ia melahap awan dengan suka cita
Rasa penasaranku makin menjadi-jadi
Kini aku yang mencobanya
Enak, lembut, dingin
Tawa selalu terselip saat ia mengunyah
Kadang pipinya menggelembung
Kini pipiku yang menggelembung
Lalu, pipiku dan pipinya bolong
Rasanya seperti mengunyah makanan kesukaannku
Lebih enak dari kue rangi
Lebih enak dari ayam goreng
Lebih enak dari semua makanan kesukaanku
Namun, setelahnya hampa
Tidak ada kenyang
Yang ada hanya semburat senyum dan tawa canda
Juga pipi bolong
Suatu hari, ia mengenggam erat tanganku seperti sedia kala
Berlari ke padang yang serba hijau, padang milik kami
Biru tetap setia memberikan senyum cerahnya
Namun, hari itu awan menghilang
Semua serba biru karena awan menghilang
Ia menggapai biru, seperti hendak memeluknya
Seperti hendak menghadirkan awan lagi
Agar bolong di pipinya dan pipiku bertambah
Namun, ia dihisap biru
Kini, ia turut menghilang
Rasanya hari itu seperti hari terburuk dalam hidupku
Rasanya hari itu aku ingin melahap banyak kue rangi dan ayam goreng
Rasanya hari itu aku ingin menambal bekas bolong di pipiku
Rasanya hari itu aku ingin melupakannya
Lantunan kelana:
Elemental Gaze - Let Me Erase You
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment