Setiap malam ia minta dinyanyikan. "Bernyanyilah untukku, aku butuh lantunan pengantar tidur" katanya lemah. Aku berpikir keras sambil menyontek playlist dalam ipodku. "Bernyanyilah sesuka hatimu", ucapnya lagi, tentu semakin lemah. Aku bernyanyi sesuka hati, kadang aku mengundang gitar untuk menemani lantunan untuknya. Lima lagu sudah kunyanyikan, aku sudah hapal tabiatnya. "Aku ingin tidur, silakan tinggalkan aku sendiri", ucapnya sambil menarik selimut yang semula ada hanya menyelimuti badannya, kini ia menutup wajahnya. "Silakan pergi", ucapnya lagi.
----
----
"Aku kan tidak minta dibangunkan setiap pagi, biar saja jiwaku sendiri yang mengajaknya bangun" ujarnya kesal. Matanya berair, tangannya mengepal, namun ia tetap terlentang di kasur. "Besok-besok jangan bangunkan aku, aku tak suka". Sesudah itu kamu akan duduk dengan hati-hati di kasur tersebut, memakan sarapanmu. "Ceritakan aku hal yang seru" ucapnya sambil tidur kembali. Aku berusaha untuk bercerita agar ia terhibur sampai aku kehabisan kata-kata dan biasanya, jika aku sudah diam, ia akan berkata "Maaf selalu merepotkanmu, entah sampai kapan aku harus bicara begini yang jelas aku ingin minta maaf". Aku mengangguk. Makan siang telah tiba, ia kembali duduk dengan sangat hati-hati dan membiarkan tanganku ini menyuapinya. "Aku ingin pergi" ucapnya, ini sudah berpuluh-puluh kali. Aku tak ingin kamu pergi. "Kapan ya aku bisa pergi?" Pergi kemana, aku tak mau kamu pergi. Titik. "Mungkin esok tiba waktunya" ucapnya di suapan terakhir.
"Aku ingin mendengarkan musik, apakah kamu punya musik terbaru?" Aku menyodorkan ipod-ku. Ia memberikan tugas untukku, aku harus memberikannya asupan musik yang baru, tak harus yang dirilis belakangan ini, lagu lama juga boleh. Katanya "Ingat, usahakan lagu yang belum pernah aku dengar", perintahnya dengan nada lemah dua bulan yang lalu. Aku hanya menemaninya duduk disamping, ia berkutat dengan ipodku, sesekali tangannya menepuk-nepuk kasur, sesekali kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri. Sesekali ia tersenyum, sesekali ia merengut. Sampai makan malam tiba, aku masih mampu menyuapinya sesendok demi sesendok. "Apakah esok waktunya?" Aku hanya diam. Untungnya ia tak mendesakku untuk menjawab. "Bernyanyilah untukku, aku butuh lantunan pengantar tidur"
---
Ia sudah pergi. Ia pergi pada pukul dua siang. Setelah aku menyuapinya perlahan pada jam makan siang. Tak seperti biasa ia ingin dinyanyikan lagu saat siang hari, dan terlelaplah dirinya. Waktu itu tiba juga akhirnya. Aku hanya diam. Aku tetap diam hingga jam empat sore di kamarnya. Sementara Ayah dan Mama sedang mengurusinya di rumah sakit. Aku mengambil ipod-ku yang masih tergeletak di kasurnya. Sebuah nomor
berjudul Asleep masih menyala, tinggal beberapa detik lagi lagu ini akan
habis. Aku kemudian meraih earphone yang menggelantung "There is another world, there is a better world, well there must be... bye bye" lantunan itu menuju tempat terakhirnya.
---
Tiga bulan yang lalu
"Percuma kalau kita operasi dia, hanya buang-buang uang. Ia selalu akan begitu, tak pernah sembuh. Dokter juga sudah bilang begitu kan?"
"Tapi apa salahnya, Ayah?"
"Apa salahnya? Ayah hanya berpikir rasional, ia tak mungkin sembuh. Ini takdir, kita harus menerimanya"
"Benar kata Mama, tidak ada salahnya jika dicoba, Yah"
"Kamu masih kecil, kamu tak tahu apa-apa Indra. Uang yang dibutuhkan untuk operasi itu tidak sedikit. Bahkan kita perlu menjual mobil atau ya... rumah ini. Kamu mau putus sekolah? Relakan lah kakakmu"
Aku melayangkan pandangan. Aku melihatnya sedang berdiri di ambang pintu tentunya dengan berpegangan pada dinding, ia sedang melihat kami, ia sedang melihat Ayah, Mama, dan aku. Ia tersenyum padaku, kemudian masuk kembali ke kamarnya. Aku yakin ia kembali ke singgasananya. Aku hanya bisa diam.
Lantunan kelana:
"Sing me to sleep,
I don't want to wake up on my own anymore" (The Smiths - Asleep)
No comments:
Post a Comment