Pernah suatu hari ku berandai-andai, aku bisa meminjam mata orang, hingga aku tahu seperti apa dunia itu,
Pernah suatu hari ku mendapatkan kesempatan, meminjam mata seseorang yang setiap hari berdiri di belakang tumpukan daging.
Pernah suatu hari ku mendapatkan kesempatan, meminjam mata seseorang yang setiap hari berkelut dengan menara toples.
Pernah suatu hari ku mendapatkan kesempatan, meminjam mata seseorang yang membanting tangannya untuk mengukir nama di piala.
Pernah suatu hari ku tukar apa yang dilihat mata tersebut dengan hal yang berbeda.
Pernah
suatu hari ku tukar pemandangan apa yang dilihat mataku dari belakang
tumpukan daging dengan ibu-ibu berdandan tebal dan menenteng tas kertas
berukir nama-nama mahal.
Pernah suatu hari ku tukar pemandangan
apa yang dilihat mataku dari balik menara toples dengan orang yang lemah
berbaring dengan infus.
Pernah suatu hari ku tukar pemandangan apa yang dilihat dari sela-sela piala dengan traktor yang sedang menguruk tanah.
Sampai pada suatu saat ku mendapatkan kesempatan meminjam mata seseorang tua.
Tak ada yang berhasil kulihat saat meminjam matanya.
Hanya gelap, gelap, dan gelap.
Terkadang oranye terselip.
Kupaksakan mata yang kupinjam membelalak.
Namun, hanya gelap yang kudapatkan.
Aku tersadar suatu hal, oh tidak,
Aku memutar otak, mungkin ini tiba saatnya.
Saat aku bermain dengan imajinasi.
Pernah suatu saat aku dikembalikan ke mata semula.
Mata
yang selalu memandang ke sekeliling ruangan di rumah, jalan menuju
kantor, jalan menuju rumah, taman yang selalu kudatangi setiap Jumat
sore, kedai kopi yang selalu kudatangi Sabtu pagi.
Pernah suatu saat aku bermain dengan mata asli ini.
Mengosongkan beberapa bagian dan menggantinya dengan sesuka hati.
Pernah suatu saat aku menyadari kegiatan yang menyenangkan.
Meminjam mata dan melihat ruang.
Foto dan judul diambil dari pameran "Meminjam Mata dan Melihat Ruang" oleh Yudha Kusuma Putra (Fehung) di Kedai Kebun, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment