6/26/12

Kabar Manis di Atas Kartu Pos dan Perangko

 

Italy, 1985:
Telusuri memorabilia hangat, lika-liku rindu tahun delapan puluhan. Demi selembar kartu pos dan perangko. Tulisku dengan tinta hitam yang sudah mulai macet. Sepenuh hati terciptakan rasa riang. Mengingat bentuk wajahmu dan juga raut senyummu. Untaian kata-kata mengalir begitu deras. Setangkup cerita meloncat heboh di pikiranku, saringan otakku terkadang bingung memilah untaian tersebut. Aku sederhanakan jadi lima kalimat manis pada lembar persegi panjang ini. Dihiasi persegi panjang yang lebih kecil dan bergerigi dengan gambar bunga lily kesukaanmu. Membayangkan lembar ini mengarungi samudera luas dan hamparan langit ke dirimu. Demi kabar manis dan setangkup cerita gurih: Aku telah menemukan tanggal manis untuk kita berdua.
Teruntuk calon isteriku yang manis.



 Indonesia, 1990:
Hai, wanita manis. Aku kembali ke tanah air. Mengarungi lautan mimpi yang sebentar lagi menjadi nyata. Aku buka kotak berwarna merah yang berisikan kartu pos dari dirimu. Balasan-balasan cerita manis dariku dibalas cerita manis juga darimu. Pilihan kartu pos beserta perangko yang kadang membuatku bingung, membuatku berdiri lama untuk memilih kartu pos dan perangko mana yang kiranya kamu suka. Hari ini kita berdua berdiri tegak dengan senyum mengembang. Kartu pos darimu dan dariku menjadi pemanis di hari pernikahan kita. Layaknya pameran kartu pos juga perangko, semua lembaran dibingkai bersampingan dengan bunga lily kesukaanmu. Aku biarkan seluruh tamu undangan mengetahui isi kartu pos kita, agar mereka tahu bumbu rindu yang kita punya. Hai, wanita manis. Sekarang kau resmi menjadi isteriku. Kita tersenyum saat melihat tamu undangan mengomentari kartu pos yang kita punya. Sebuah perjuangan lontaran rasa rindu mengapung berhari-hari untuk sampai di jiwa ini. Hari ini, kartu pos dan perangko menjadi saksi juga sejarah rasa hati kita berdua. Aku bahagia, hari ini kamu menjadi milikku. Dan aku jadi milkmu. Juga kartu pos dan perangko ini menjadi milik kita bersama.


"And I would love to see that day, her day was mine." (Beirut)


Lantunan kelana:

No comments:

Post a Comment