6/15/11

Sarah



Lantai licin berlapis kayu mahoni, cermin raksasa di sekeliling menghantuimu, lampu kokoh terang benderang yang selalu memancarkan cahaya, ditambah sebuah piringan hitam usang yang tak kenal lelah terus berputar. Suara decitan kaki-kaki putih memenuhi ruangan, berlomba-lomba dengan lantunan klasik. "Brag brag brug brag brag brug" begitulah suara jatuhan badan-badan tipis ini ke lantai mahoni, memperagakan berbagai macam lekukan tubuh. Ku lihat kau masih memikirkan bagaimana cara merasuki diri dengan lantunan musik klasik seperti gunting-gunting yang tajam. Duduk bersandar pada dinding krem, matamu menari-nari mencari ide baru, jari-jari kecilmu membuat ketukan-ketukan di lantai mahoni. Tak peduli dengan suara "brag brug brag brug" di depanmu. Mengapa diriku bagai terasuk dirimu sampai di perut bumi, hampir menyentuh magma yang sangat panas, mendidih ke ulu hati? Mengapa?





Sarah. Sekarang berusia 19 tahun, angka yang tanggung. Tak jauh bedanya dengan angka yang melekat pada diriku, ya hanya dua tahun. Pertama kali kau menginjakkan kaki di ruangan hangat ini, aku masih ingat. Bagaimana matamu menari-nari mengikuti para petua melekukkan tubuhnya. Bagimana kakimu menghentak halus mengikuti irama lantunan piringan hitam bossanova. Bagimana tanganmu terlipat di dada dan sesekali ingin menyeruak mengikuti petua itu. Bagaimana mimik mukamu terkadang takjub, bingung, heran, senang, dan sedih bercampur menjadi satu. Semua bagaimana-bagaimana pertama kali itu masih ku ingat, Sarah. Bagaimana kita berkenalanpun selalu menjadi kenangan manis dan kuingat selalu sebelum merajut mimpi indah di kapas yang empuk. Tangan kecilmu, suara halusmu, rambut ikalmu. Semuanya, Sarah. Semunya aku suka. Menghabiskan waktu di ruangan hangat berdua denganmu adalah impianku, tak hanya di ruangan hangat, namun di bingkai cerita juga, di pertunjukkan yang megah sekalipun aku tak ingin lepas darimu. Impian itu tercapai, bunga berbagai macam warna dan bau pun mencuat-cuat dari hatiku membuat tubuh ini ringan, tak terbebani sekalipun harus lembur memperagakan berbagai macam gaya tarian kontemporer.



Mengapa harus menyalahi aturan? Mengapa harus ber-paradoks ria, Sarah? Mengapa? Ada apa di otakmu? Serangga kecilkah yang menyangkut di antara saraf-saraf otak itu? Sebegitu rapat dan eratnya kah tali-tali penghubung sarafmu? Hingga tak pernah keluar dari kejinya pikiranmu. Memang semua ini terserah dirimu, Sarah. Manusia memang memiliki keputusan sebebas-bebasnya, seliar-liarnya, tak salah. Mungkin. Walaupun kau telah hidup berdua dengan "sesamamu", walaupun kau berdua telah bahagia, walaupun kau....... Entahlah. Aku hanya bisa tersenyum, my darling Sarah :)

*Foto diambil saat pertunjukan tari kontemporer oleh Noord Nederlandse Dans.

Lantunan kelana:
Swimming Elephants - Sarah


No comments:

Post a Comment