1/21/13

Cermin #4


Tirai tersibak dengan lembutnya membuka diri. Membiarkan sekawanan cahaya yang hangat menerpa diri ini. Aku hendak mengingat apa yang terjadi semalam. Cahaya warna-warni, riuh manusia bersuka cita, pekikan terompet yang tak henti menyeruak sekeliling dinding beton, dan kamu dengan sweater biru kebesaran juga celana pendek berwarna cokelat, plus sendal jepit kesayangan. Tahun baru terlewati dengan.... ya seperti biasa. Kamu dan aku duduk di balkon, menyeruput cokelat panas. Tak ada kembang api yang dipersiapkan, tak ada terompet yang juga dipersiapkan. Hanya diri dan pikiran ini yang hendak menyiapkan sesuatu hal. Sesuatu hal? Bukan, tetapi banyak hal. Kamu dan aku bukan anak kecil yang setiap jam delapan malam sudah keluar dari rumah, duduk di mobil orang tua bergabung dengan saudara sepantaran, membeli terompet, membeli kembang api, berkeliling kota di sekitaran Sudirman hingga Monas lagi. Kamu dan aku bukan anak kecil yang setiap jam sebelas malam menyudahi perjalanan dan pulang ke rumah masing-masing atau rumah saudara untuk bergabung membuat ayam panggang atau jagung bakar bersama lagi. Kamu dan aku bukan anak kecil yang setiap jam sebelas lewat lima puluh malam, menunggu detik-detik meniup terompet bersama dan menyiapkan kembang api dengan berkali-kali bertanya pada ayah ibu "sudah jam 12 belum?" lagi. Kamu dan aku sekarang bukan kamu dan aku yang dahulu. Kamu dan aku adalah orang yang sekarang sedang menimbang-nimbang kehidupan masa depan di angka dua puluh ini. 

2013. Waktu yang cukup lama jika mengingat kamu dan aku menghabiskan waktu menyambut tahun bersama, terhitung saat kamu dan aku sedang duduk di angka tujuh. Apakah perlu selebrasi menyambut tahun baru? Toh sehabis ini aku yakin, hidup akan berjalan dengan biasa kembali. Kamu dan aku kembali menimba ilmu lagi. Kamu dan aku akan menghabiskan sisa-sisa masa bisa berhura-hura dengan harta orang tua lagi. Kamu dan aku akan mengulang kegiatan yang sama hingga batas akhir menimba ilmu ini selesai. Aku hendak mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam. Gelas cokelat ketigaku melawan gelas cokelat keduamu. Kebingunganku melawan ke-santai-an-mu. Ego-ku melawan tawa-mu. Semua serba berlawanan. Ya, aku lawan kamu, atau sebaliknya, kamu lawan aku. Ah, sama saja. Sama saja seperti tahun 2013 yang akan dilewati dengan sama lagi. Aku hendak memikirkan apa yang akan aku kerjakan di tahun baru ini. Tidak, aku sedang tidak membuat resolusi di notes, tidak di smartphoneku. Aku hanya merencanakan di otak ini. Aku hendak menelusuri kira-kira apa yang bisa aku lakukan di tahun baru ini. Sesuatu yang baru. Banyak hal yang baru. Hidup memang pilihan, begitu kata orang-orang. Jadi, aku harus memilih. Belajar memilih sejak dini supaya aku punya bekal. Entah mengapa, aku sangat peduli dengan bekal. Aku tidak egois, tidak ambisius, aku hanya peduli dengan bekal, aku hanya tak bisa diam. Intinya, aku tak bisa melewatkan waktu tanpa melakukan sesuatu, terlebih sesuatu yang baru. Sedangkan kamu, kamu hanya menjawab pertanyaanku, menanggapi pernyataanku, tersenyum, dan tertawa. Aku kembali berpikir mengenai rencanaku di tahun baru ini. Memilah, menimbang, berpikir, dan menyimpannya baik-baik di memoriku. Lalu, aku terdiam. Bagaimana jika aku kembali mengambil langkah yang salah? Hidup itu memang penuh resiko, begitu kata orang-orang. Ah perencanaan jangan muluk-muluk! Tidak, aku memang tidak membuat perencanaan yang setinggi langit indah itu, aku hanya merencanakan hal-hal yang setidaknya kuyakin bisa ku raih dengan bekal optimisku, ingat bukan ambisius. Bahkan aku sudah hendak memulai hal baru di tahun baru ini, beberapa hari lagi. Meninggalkan seabrek aktivitas yang memang sudah seharusnya selesai ataupun sengaja aku selesaikan di tahun lalu. Kemudian, memulai perencanaan yang baru. Gelas keempat cokelatku melawan gelas cokelat keduamu, kembang api sudah merayakan suka cita orang-orang di luar sana, terlebih para kaum Jakarta di car free night di Sudirman. 

"Kamu lihat kembang api yang mana dari yang terlihat disini? Kamu pilih yang mana?"

"Ya liat ke semuanya, tapi aku sih pilih yang itu tuh, yang warna ungu, abisnya bagus banget."

"Bagus aja?"

"Ya lebih besar juga sih, jadi terlihat paling wow"

"Yang kecil itu juga bagus loh, warnanya lucu, biru muda campur merah muda dan oranye, tapi sayangnya kecil, jadi orang-orang pasti fokusnya ke yang lebih besar"

"Emang kenapa sih?"

"Ya, kamu harus pintar memilih. Memilih dengan benar perencanaan kamu itu, pelan-pelan dari yang sederhana hingga yang terlihat istimewa. Nggak selamanya yang istimewa itu yang terbaik. intinya harus pintar memilih dan memilah."

"Aku takut salah mengambil langkah, terus putus di tengah jalan. Itu kan yang aku selalu ulangi di setiap tahunnya."

"Kamu sih pecicilan, nggak bisa diam" ujarnya sambil tersenyum meledek ke arahku. "Setiap manusia punya batasnya, punya hak dan punya kewajiban, punya janji yang harus ditepati dan punya kebebasan juga. Itu yang harus diingat dan ditanamkan."

"Ya ya ya, ini semua proses. Aku bisa belajar kan? Toh orang nggak ada yang selalu benar. Kamu masih mau dengar ceritaku kan kalau aku berubah-ubah lagi, mencoba lagi? Nggak bakal bosen tuh?"

"Cerita kamu dari awal aja masih aku inget, kamu mau ini aku inget, kamu mau itu aku inget, sampai yang terakhir aku inget, kamu emang nggak bisa diam. Mau gimana lagi?" Kamu kembali tertawa, ada jeda yang cukup lama. Hening. Seolah-olah kamu menunggu kata yang keluar dari mulutku, namun.....

"Jadi siap mengarungi tahun baru? Dunia yang baru?"

"Siap! Sangat siap!" ujarku semangat.

"Selamat tahun baru, semoga selalu terlahirkan yang baru lagi dari dirimu"

Kali ini cahaya yang lebih hangat kembali menerpa diriku. Kakiku yang semula terkulai lemas di tempat tidur, menggerakan diri seolah menggapai langit di hari yang baru. Ah aku lupa suatu hal! Ku raih smartphone-ku, dan aku ketik 'Selamat tahun baru ya, semoga selalu ada nasihat dan senyum ledekanmu di tahun yang baru ini. Aku siap menyambutnya, aku siap mengarunginya, aku siap menerima kenyataan. Kamu siap juga kan?'


"Will you remember how we are? Will you stay with me when I try to be a better one for you? In this new world" (Nadya Fatira - A New World)

Lantunan kelana:

No comments:

Post a Comment