Kali ini saya punya tiga tangkup cerita untuk disantap. Lika-liku dari suara kecil yang berbeda demi mencapai suatu surga dunia. Beginilah dunia yang kau pijak. Seringkali roda diumpamakan dalam kehidupan. Jatuhlah dahulu, berhimpitan dengan aspal atau tanah, rasakan sakit terlebih dahulu. Kemudian kau naik melambung tinggi ke atas, bergabung bersama langit dan udara ceria, bersenanglah kemudian. Tiga tangkup cerita ini hadir karena ulah suatu surga dunia. Surga dunia ini menawarkan kenikmatan yang sangat menyenangkan, kau bisa duduk bersantai, menghirup udara segar, menyeruput teh hangat kesukaanmu, melonggarkan ruang-ruang gerakmu dan bermain bersama imajinasi menyenangkan. Surga dunia ini bernama rehat. Rehat sekejap.
Surtini, 54 tahun, penjual ikan di Pelelangan Ikan Desa Lebak Pantai Selatan Jawa
Pagi masih menunjukkan ke angka sepuluh, diam-diam surya telah merangkak, memamerkan kebolehannya yaitu membakar raga ini. Saya disini duduk menghadap ke kerumunan yang mana kilaunya akan menjadi santapan saya. Kerumunan tersebut memegang segepok kilauan. Ah kilauan! Kapan segepok itu hadir di kantong saya yang mulai robek ini? Kerumunan tersebut adalah jiwa-jiwa yang tak mau kalah, kalah akan besar kilauan yang kumau. Kadang kami hampir baku hantam dalam masalah aksara, baku hantam demi kilauan! Keurmunan tersebut mondar-mandir seperti seterika arang di kamar sederhanaku. Kerumunan tersebut memasang muka sangar padahal bersolek seperti nona pejabat. Lipstiknya merah sekali seperti mawar di kebun Ibu Ani. Dengan setia, aku duduk pada bongkahan kayu, menatap pada ikan tongkol, udang, dan cumi dihadapanku. Hai kilauan, kau tak mau bertukar tempat dengan ikan segar ini? Lambat laun angin panas menyapa diriku, ah angin mengantuk! Sebutku, angin mengantuk adalah angin di arah dua belas yang membuat diriku bagai dibuai bantal empuk. Tentunya, di tengah amisnya tempat ini. Sender punggunku ke tiang. Aku berbalik menyapa angin mengantuk. Menaruh harapan pada satu sosok yang memegang segepok kilauan. Ayo kilauan, datanglah pada ikan segar ini. Sudah dua jam aku menunggu, aku ingin rehat sekejap.
Reno, 25 tahun, eksekutif muda Perusahaan Asing di Sudirman
"AH!", "Masya Allah", "Duh!" "Hooooaaaammm!"
Gema suara itu datang dari tubuh yang sedang telungkup di kasur empuk ini. Iya, dari tubuhku. Aku melirik ke bongkahan persegi panjang elektronik untuk mencari tahu angka berapa saat ini. Tujuh. "DUUUUUUUH!" Gerutu itu secara refleks terlontarkan dari mulut ini. Muncul satu adegan di otak. Aku sedang mengendarai balok bermesin di keramaian Warung Buncit, menelaah angka yang semakin cepat menggerakan badannya. Kurang dari dua puluh menit harus sampai demi menghindari ancaman surat peringatan. Warung Buncit, Mampang Prapatan, Kuningan, Semanggi, Sudirman. Adegan pertama ini cukup membuatku pusing, rasanya aku ingin membeli biji sayap atau pintu kemana saja milik Doraemon atau Jin dan Jun. Demi menghindari jajaran besi bermesin di sepanjang jalan saat surya mulai berangkat bekerja. Adegan kedua muncul. Aku sedang membuat kopi di pantry, bertemu dengan rekan kerja, bertukar cerita mengenai hasil kerja. Kebutuhan yang meningkat tak dibarengi dengan penghasilan. Kaum urban, gerutuku. Adegan ketiga langsung menggeser adegan sebelumnya. Aku sedang tenggelam di layar warna-warni, menyusuri garis warna-warni, tabel finansial, angka rumit. Tiba-tiba sesosok wanita masam datang ke mejaku "Deadline hari ini ya, Ren!" begitu ucapnya. Ucapan yang paling membuatku senewen. Adegan terakhir menyusup. Angka menunjukkan angka sebelas di hari gelap, cahaya gedung yang diyakini suka mencakar langit memantulkan indahnya. Kulihat dari lantai sembilan belas ini. Cahaya malam, kau bahagia karena kilau kalian dikagumi. Kelima adegan itu ditelan kesadaranku. 07:30. Angka terus bergerak. Sinar kuning keemasan menembus jendela ini makin menjadi-jadi. Aku menggertu kembali. Izinkan aku rehat sekejap.
Phillips, 7 tahun, sebuah bongkah kubus di kamar seorang remaja perempuan
Mengapa aku dipersatukan dengan remaja perempuan bernama Saski ini sih? Capek tau nggak! Masa dua puluh empat jam aku bekerja! Dikira aku nggak butuh istirahat apa! Pagi-pagi maksa aku ngegossip, kadang maksa aku olahraga, senam pagi yang iramanya... iuuuhhh aku nggak suka! Siang-siang maksa main sama anak SMA dan kuliah di serial televisi sok dramatis. Capek tau aku main drama mulu! Kadang aku disuruh membujuk girlband dan boyband untuk menari di depan matamu yang berkilau. Jika Super Junior hadir di tubuhku, pasti kau histeris. Lengkingan teriakan histeris-mu itu fals, Saski! Kadang aku dipaksa untuk berhumor di depanmu, stand up comedy, sebutmu. Membujuk temanku berdiri beberapa menit untuk melawak. Kamu kira lawakan mereka semua lucu apa! Aku kadang capek ngeliat kamu tertawa karena adegan konyol di tubuhku, kadang aku kasihan jika kamu terlarut dalam kesedihan drama sok melankolis ini. Tetapi, kamu nggak kasihan sama aku apa? Dua puluh empat jam loh Saski, aku bangun! Jika sudah mau tidur ya tolong aku dimatikan. Besok aku mau bikin gerakan mogok kerja pokoknya, terserah kamu mau pukul aku, banting aku yang penting aku mau mogok kerja! Aku putar akal bagaimana caranya sehingga aku bisa rehat. Aha! Aku tahu! Perlahan kabel merah yang ada di dalam tubuh aku lepaskan saja..... Aaaawww! Sakit ternyata, huhu. Demi aku bisa rehat tak apalah. Esok hari, Saski memencet remote ke arah tubuhku. Aku bisa mengintip bagaimana rasa kesalnya bolak balik memencet remote, memencet tombol power di tubuhku, memukul bidang pinggirku berkali-kali. Saski menemukan diriku dengan pantulan bak semut berjalan berwarna abu-abu di setiap pindahan channel. Aku menahan sakit. Meringis. Sakit, Saski...... Ku intip lagi kau sudah berjalan dengan kesal keluar kamar. Dari kejauhan terdengar suara mu "Maaaah! TV di kamar Saski nggak bisa nih! Aku mau nonton Grammy Awards Maaaah!" Saski, sesungguhnya aku hanya minta izin sehari, batinku. Aku butuh rehat sekejap.
Rehat sekejap, kita perlu istirahat
Rehat sekejap, jerat nafsu menjebak nalar
Rehat sekejap, lepaskan beban buka cadar
Rehat sekejap, syukuri, nikmati anugrah
(Dialog Dini Hari - Rehat Sekejap)
Rehat sekejap, jerat nafsu menjebak nalar
Rehat sekejap, lepaskan beban buka cadar
Rehat sekejap, syukuri, nikmati anugrah
(Dialog Dini Hari - Rehat Sekejap)
*Terinspirasi dari lagu Dialog Dini Hari bertajuk Rehat Sekejap
Lantunan kelana:
Rehat Sekejap by Dialog Dini Hari
No comments:
Post a Comment