2/1/11

Tenggelam dalam Putih Tua


Banyak orang ingin menghabiskan waktu bersama di tempat yang romantis, sebut saja kafe yang menyajikan alunan musik latin dan sofa yang empuk, mall yang riuh tetapi serasa milik berdua, tempat pemutaran film agar bisa berbagi popcorn atau nachos, pagelaran musik hingga bernyanyi lagu favorit bersama, atau berjalan-jalan di taman dan memanggil gerobak kaki lima dan menyantap jajanan bersama. Ada di pikiran kalian semua. Ada dikehidupan kalian semua. Tidak dikehidupannya. Tidak dikehidupanku. Tidak di kehidupan aku dengannya. Siapa menyangka seorang pria bisa memilih gedung putih untuk menghabiskan waktu bersama. Gedung putih yang sangat biasa, sangat sangat biasa menurutku. Hanya putih yang bisa di lihat di sekeliling gedung ini. Tidak ada taman, tidak ada lukisan, tidak ada speaker yang mengalunkan musik romantis. Dahulu aku tidak suka putih. Memang katanya putih itu suci, tetapi... tetap saja aku tidak suka, cepat kotor dan membosankan, itulah ada yang ada dipikiranku. Hingga kamu membawaku ke gedung itu. Sebuah museum di ujung kota yang padat ini. Aku masih ingat kata-kata mu "Asik kan tempatnya, nggak ramai, sejuk lagi, juga damai." Aku pikir bukan aku saja yang akan berpikir bahwa kamu aneh, aneh, dan aneh. Tetapi dua kali, tiga kali, sampai berbelas-belas kali kamu mengajakku ke gedung ini, aku rasa aku yang aneh atau... kita berdua yang aneh? Kamu benar, semua ini terasa damai.

Berbagi kata demi kata di balkon, mengayunkan kaki-kaki ini, menyandarkan punggung di beton tua, menyambut terpaan angin sore, hingga matahari menyinarkan sinar keemasan yang membuatmu selalu mengajakku bermain bayangan di celah yang sangat besar. Aku masih ingat bagaimana kamu berbagi kata yang indah denganku, rambut ikalmu menari terkena terpaan angin, lesung pipitmu saat tersenyum, gigi rapimu saat tertawa sebab lelucon lawas yang kukeluarkan, tas coklat usangmu yang selalu bergemerincing ketika gantungan kunci London dan Paris tergoyangkan, sepatu biru pudar bertali putih, dan tentunya sweater putih tuamu. Tiba-tiba aku menyukai putih, putih gedung ini dan putih tua sweater yang kamu selalu kenakan. Sampai sweater putih tuamu ada di genggamanku. Sore hari hujan dan terlalu dingin bagiku, kamu memaksa agar aku membawanya. Aku bawa dengan suka cita. Selalu kugenggam bagian lengannya yang kebesaran di tubuhku. Sampai saat ini putih tua itu ada di genggamanku dan kamu tak kunjung datang untuk mengambilnya. Satu hal, sekarang aku suka putih. Dan aku rasa, aku suka tenggelam di putih tuamu, meskipun aku tak suka kamu tenggelam di bumi ini. Sekarang, gedung putih ini menjadi candu bagiku. Candu melepaskan asa, berlarian tanpa arah, mengayunkan kaki, dan berharap ucapan-ucapanmu terdahulu terdengar bersamaan dengan terpaan angin yang membelai telingaku di bingkai biasan cahaya kesukaan kita.

Lantunan kelana:
Belle and Sebastian - Little Lou, Ugly Jack, Prophet John (feat. Norah Jones)


No comments:

Post a Comment