9/29/12

Pameran Kriya Indonesia "REPOSISI": Mengulik Reposisi Dunia Kriya


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), reposisi adalah penempatan kembali ke posisi semula; penataan kembali posisi yang ada; penempatan ke posisi yang berbeda atau baru. Lantas apa yang diangkat oleh Pameran Kriya bertajuk "REPOSISI" yang terhelatkan di Galeri Nasional, 14-24 September 2012? Disadur dari kutipan kurator Asmudjo J. Irianto dan Rizki A. Zaelani, pameran ini berusaha memperlihatkan posisi juga reposisi mengenai kriya dalam perkembangan dunia seni kontemporer, praktek desain, warisan tradisi budaya, dan kemajuan industri. Sebuah kata reposisi dalam kriya kemudian menuai banyak perspektif mengenai fine art dan craft yang kemudian dilabeli masing-masing sebagai high art dan low art. Kategori fine art yang merujuk pada lukisan, patung, dan print making menuai sebutan high art karena dinilai lebih berkualitas dan merupakan representasi dari ekspresi kesenian tinggi. Sedangkan craft yang merujuk pada keramik, tekstil, kayu, logam, dan gelas menuai sebutan low art karena disudutkan sebagai ekspresi seni rendah. Perspektif ini dikarenakan fine art dianggap memiliki dasar konsep atau gagasan, pemikiran juga teori dalam pembuatannya. Sedangkan craft lebih menekankan unsur ketrampilan kerja dan aspek fungsionalis karya. Perspektif tersebut menghasilkan sebuah perandaian bahwa para seniman kriya yang berkarya bebas sedang melakukan perubahan posisi dari dunia kriya menjadi dunia seni rupa kontemporer.


Pameran Kriya Indonesia "REPOSISI" menghadirkan karya, rotan, kayu, keramik, tekstil, logam, anyaman, perhiasan, furniture, wayang, dan lainnya. Tujuh puluh lima karya dari enam puluh peserta menghiasi sudut-sudut Galeri Nasional. Pada salah satu sudut Galeri Nasional, terpampang lingkaran besar dan kecil yang semuanya berjumlah sepuluh. Sebuah karya dari Maradita Sutantio berjudul "Intimate Stranger(s)" dengan media sulaman pada kain. Benang-benang tipis merangkai bentuk bermacam-macam, salah satunya adalah bentuk wajah manusia, benang itu kemudian terurai begitu saja menjulur ke lantai. Jika menelusuri Galeri Nasional bagian dalam, kalian akan menemukan satu ruangan dimana penuh dengan boneka monster gurita berwarna-warni yang bergantungan. Karya Mulyana yang berjudul "Mogus World" yang diyakini sebagai dunia imajinasi bawah laut, dimana seekor monster gurita bernama Mogus merupakan tokoh utamanya. Sebuah karya berbahan dasar benang didominasi teknik rajutan dan crochet sukses membuat senyuman ketika melihatnya.


Asmudjo dan Rizki selaku kurator juga mengatakan bahwa tantangan seniman kriya Indonesia saat ini adalah penguasaan perkembangan wacana dan pemikiran yang berlaku pada dunia seni kontemporer. Kurator juga mengatakan bahwa pameran ini bertujuan memperlihatkan aspek teoritis kriya secara lebih pragmatis dengan memetakan keragaman dan potensi kriya di Indonesia dalam berkontribusi untuk mengembangkan kebudayaan juga untuk ekonomi kreatif. Selain itu, pameran ini juga sebagai sarana ajang reflektif dan evaluatif kritis terhadap perkembangan dunia kriya Indonesia.

No comments:

Post a Comment