Kopi susu bertambah dingin, sedari tadi tangan ini hanya mengaduknya dengan sebuah sendok kecil. Hidung pun berusaha menangkap aroma harum yang menyesap dari cairan berwarna cokelat. Aku mengeja nama kedai ini. "Kopi Es Tak Kie". Rupanya tua dan sedikit lusuh. Menyisakan jejak memoir penuh debu. Kemudian mata ini melesat ke arah lelaki yang ada di balik dapur terbuka, ia sedang menyiapkan tiga gelas es kopi. Raut mukanya tak membentuk suatu kesenangan atau kesedihan, hambar. Seketika tanpa sadar, diri ini bertemu pada kembaran di cermin yang tergantung pada sisi kiri. Terlihat satu wajah yang juga tak menampakkan kesenangan maupun kesedihan. Bukan, bukan hambar. Lebih ke bingung. Raut wajah yang sedang mencari.
Sekali tenggakan menyisakan bekas kecokelatan pada dinding gelas. Sedikit sekali. Lantas ditawari segelas lagi, aku pun mengangguk. Kembali ke dua puluh menit yang lalu, berulang kali mengaduk segelas kopi susu dengan sendok kecil. Putar sendok melawan arah jarum jam. Perlahan. Membuat sebuah lingkaran pasang surut. Mata ini menari mengikuti gerak pusaran. Angkapun berganti dari angka empat ke lima, ke enam, ke tujuh, ke delapan, ke sembilan. Aku justru berpegang terhadap kesetiaanku dengan penawaran gelas kopi susu yang entah sekarang menginjak jumlah ke berapa kalinya. Aku merindu, namun tak tahu apa yang ku rindu. Bukan tak tahu, namun tak jelas. Aku rindu pada hangatnya suka cita dari sukma yang manis. Namun aku tak percaya pada letak hangatnya suka cita itu karena selalu berpindah tempat. Lantas aku harus merindu pada apa, siapa, dan yang mana? Perwujudan yang kurindukan mengabur, menyisakan embun tipis di pelupuk mata. Sekali tenggakan, kopi susu ini melesat masuk ke tubuh ini dengan sangat cepat. Kali ini ia menghampiriku lagi, kukira ia ingin menawari segelas kopi susu, nyatanya ia melontarkan sebuah pertanyaan "Mas, nggak pulang ke rumah? Sudah malam." Seketika ingin menjawabnya "Pulang kemana?" namun aku hanya memberikan simpulan senyum tipis dan membereskan barang-barang lalu menyesap menembus gelapnya malam. Entah ke arah mana. Aku berusaha mencari naungan yang makin mengabur.
"Homesick, because I no longer know where home is." (Kings of Convenience)
Lantunan kelana:
No comments:
Post a Comment